Psikosis adalah gangguan mental yang menyebabkan hilangnya kontak dengan realitas yang dapat mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasa dan berperilaku.
Gejala utamanya adalah delusi, halusinasi, pikiran yang kacau dan perubahan drastis dalam perilaku.
Meskipun kondisi ini sering dikaitkan dengan penyakit seperti skizofrenia atau gangguan bipolar, psikosis juga bisa terjadi pada lansia.
Psikosis pada lansia seringkali menjadi tantangan yang lebih kompleks karena faktor usia dan kondisi kesehatan yang mendasarinya.
Orang yang dianggap lanjut usia adalah mereka yang berusia 60 tahun ke atas, menurut definisi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan studi lokal seperti WiSE.
Pada kelompok ini, psikosis sering kali sulit didiagnosis karena gejala-gejalanya dapat disalahartikan sebagai gangguan mental lainnya seperti demensia.
Selain itu, lansia lebih rentan terhadap berbagai penyakit medis dan kondisi neurologis yang dapat memicu atau memperparah psikosis. Hal ini menambah tantangan bagi para dokter dalam menentukan diagnosis dan merencanakan penanganan yang tepat.
Penyebab dan Faktor Risiko Psikosis pada Lansia
Psikosis pada lansia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang bersifat medis maupun neurologis. Psikosis primer, seperti skizofrenia, lebih umum terjadi pada usia muda, khususnya remaja akhir hingga usia tiga puluhan.
Pada lansia, psikosis yang sering terjadi adalah psikosis organik, yang disebabkan oleh gangguan medis atau neurologis yang mendasarinya. Misalnya, gangguan pada sistem dopaminergik, serotonergik dan glutamatergik neurotransmitter penting di otak dapat menyebabkan gangguan kognitif dan gejala psikotik pada lansia.
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya psikosis pada lansia meliputi:
- Penurunan kognitif yang sering dialami lansia, seperti gangguan memori atau kesulitan dalam berpikir jernih.
- Komorbiditas medis yang lebih tinggi, seperti penyakit jantung, gangguan metabolik, dan penyakit neurologis.
- Penggunaan obat-obatan yang berlebihan (polifarmasi), yang dapat memicu atau memperburuk gejala psikosis.
- Defisit sensorik, seperti kehilangan pendengaran atau penglihatan, yang dapat memperburuk isolasi sosial dan meningkatkan risiko psikosis.
Gejala Psikosis pada Lansia
Tanda-tanda psikosis pada lansia mirip dengan yang dialami oleh kelompok usia lainnya, namun seringkali lebih kompleks karena keterlibatan masalah medis lainnya. Gejala umum psikosis pada lansia meliputi:
- Halusinasi, baik visual, pendengaran atau sensorik lainnya.
- Delusi, seperti keyakinan salah tentang kenyataan, misalnya merasa dianiaya atau dicuri.
- Perubahan suasana hati dan perilaku yang drastis, termasuk agitasi atau ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan jelas.
- Kebingungan atau disorientasi, yang sering kali tumpang tindih dengan gejala demensia.
Tantangan terbesar adalah membedakan antara psikosis primer (seperti skizofrenia) dan psikosis sekunder yang dipicu oleh kondisi medis atau neurologis lainnya, seperti delirium atau demensia. Hal ini karena gejala psikosis sekunder sering muncul secara akut, sementara psikosis primer biasanya berkembang secara bertahap dengan fase prodromal.
Diagnosa dan Penanganan Psikosis pada Lansia
Mendiagnosis psikosis pada lansia membutuhkan pendekatan yang komprehensif yang melibatkan evaluasi medis, neurologis, dan psikologis. Pemeriksaan pencitraan otak seperti MRI atau CT scan mungkin diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan struktural di otak yang dapat memicu gejala psikotik.
Selain itu, pengujian laboratorium juga penting, termasuk tes darah untuk mengevaluasi fungsi metabolik, kadar hormon serta toksikologi.
Setelah diagnosis ditegakkan, penanganan psikosis pada lansia sering kali melibatkan pendekatan farmakologis dan non-farmakologis.
Selain pengobatan, pendekatan non-farmakologis seperti terapi perilaku kognitif dan rehabilitasi sosial juga penting untuk membantu lansia mengatasi gejala psikosis dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Dalam banyak kasus, dukungan keluarga dan lingkungan sosial yang baik juga memainkan peran penting dalam pemulihan pasien lansia dengan psikosis.
Psikosis pada lansia adalah kondisi yang kompleks dan sering kali sulit untuk didiagnosis. Perlu evaluasi yang menyeluruh untuk menentukan penyebab utamanya, baik itu psikosis primer atau sekunder.
Penanganan yang tepat, yang melibatkan pengobatan dan dukungan psikososial, sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup lansia yang mengalami psikosis.
Para profesional kesehatan harus sangat berhati-hati dalam meresepkan obat antipsikotik pada lansia dengan mempertimbangkan risiko efek samping yang lebih tinggi. Terakhir, pendekatan individual dan holistik sangat diperlukan dalam merawat lansia dengan kondisi psikotik.