Kami adalah para korban, yang terkadang menjadi pelaku atas bawaan yang kami tidak tahu tentang itu, entah siapa yang menguasai diri, atau memang belum matang persiapan karakter sebagai manusia. Tapi, kami hampir menyerah, menyerah untuk hidup atau menyerah untuk segalanya.

Kami memafkan, tapi kami bisa saja selalu mengingatnya. Bukan pendendam, namun ada hal hal yang memang terlalu menjejak, kamipun betul-betul sudah menyerah, pasrah, menunggu iIahi yang menghapuskannya.

Sajak ini untuk semua yang akan membaca dan menyelami kehidupan singkat yang ada di cerita ini, bukan untuk memberikan perbandingan, tetapi untuk penyadaran, dunia terlalu tidak baik-baik saja untuk dipahami sendiri oleh para korban.

Bagian 1 (KIARA DAN BAYANGANNYA)

*****

            Namaku Kiara, waktu itu mereka menyapaku dengan sebutan “Ara”, beberapa tahun silam, aku sebagai anak yang belum mengerti semua tentang keadaan, bahkan belum mengerti jalan berpikir itu seperti apa. Namun lambat laun aku mendapat jalan untuk belajar berpikir dan belajar untuk memahami apa yang sedang terjadi, dan kini aku masih belajar berproses untuk tetap jadi pendengar. Inilah aku Kiara dan ara yang mereka sapa belasan tahun silam.

*****

            2007 dan 6 tahun seterusnya....

Banyak yang tidak tahu, aku bertaruh dengan hidupku sendiri, diumur tujuh tahun berperang dengan pikirannya sendiri. berangkat ke sekolah atau tetap tinggal di rumah, sama saja, semuanya seperti mencari mati. Tidak ada keadaan yang benar-benar baik, semuanya ricuh dipikiranku. Takut teman, takut keluarga bahkan takut pada lingkungan keluarga.

selama itu batinku meminta tolong, selama itu pula aku tidak pernah bermimpi, tolong!  aku tidak bersalah. aku tidak pernah diberi kepercayaan, bahkan orangtuaku sekalipun, leherku pernah berdarah dilempar potongan tripleks, perutku pernah kesakitan hingga muntah, bahkan kursiku diolesi bawang putih sama teman, tempat dudukku pernah dipindahkan kebelakan tanpa seizinku, tolong! aku tidak melihat papan tulis, tapi entah mau bilang sama siapa, guru yang di sekolahpun tidak pernah mau memihakku, katanya aku anak yang cengeng. 

tolong. perutku sakit, rambutku ditarik, batinku terluka, aku tumbuh dengan karakter pemurung, cengeng dan kadang jutek, hingga aku tidak bisa percaya lagi terhadap siapapun lagi.

readers, aku adalah korban dari anak anak yang tidak dalam pantauan baik orantuanya, mungkin, semoga anak-anak yang lainnya mendapatkan haknya diluar sana untuk berbahagia dan tumbuh dalam kasih sayang.

 

Nuriyahaluv

intagram  : Sinta_nryhtajuddin